Status Boleh Berubah, Hati Tetap Terjaga

Status Boleh Berubah, Hati Tetap Terjaga 

Tak bisa dipungkiri bahwa perubahan status sosial atau tingkat ekonomi seseorang seringkali mempengaruhi sikap hati dan gaya hidupnya. Ketika orang masih hidup dengan segala kesederhanaan tidak banyak hal yang ia tuntut dalam kehidupannya.  

Seberapa pun berkat yang diterima, dari hatinya tetap keluar ucapan syukur seperti yang rasul Paulus katakan, "...aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan." (Filipi 4:11), dan bahkan dapat berkata, "Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah." (1 Timotius 6:8).  

Dalam situasi demikian kehidupan rohaninya dapat terjaga dengan baik. Berdoa dan membaca Alkitab dilakukan secara tekun, jam-jam ibadah tak pernah ditinggalkan, dan bahkan tampak giat melayani pekerjaan Tuhan.

Seiring dengan berjalannya waktu, ketika doa-doanya beroleh jawaban dari Tuhan sehingga hidupnya dipulihkan dan terberkati secara materi, tanpa sadar perubahan pun terjadi. Gaya hidup dan sikap hati berubah secara drastis!  

Suami semakin disibukkan dengan kegiatan-kegiatannya, sementara isteri mulai mencari kesibukan lain untuk mengusir rasa sepi di rumah. Dampaknya: anak menjadi kurang perhatian dan memberontak. 

Kehidupan rohani pun terkena imbasnya: saat teduh (berdoa dan baca Alkitab) tidak lagi dianggap penting, pertemuan-pertemuan ibadah sering ditinggalkan, dan akhirnya persekutuan dengan Tuhan pun menjadi renggang.  

Berkat yang diterima perlahan mulai memisahkan mereka dari Sumber Berkat itu. Mereka merasa tidak lagi membutuhkan Tuhan, karena apa yang dibutuhkan telah tersedia sehingga tak perlu lagi bergumul dalam doa dengan deraian air mata.  

Padahal Yesus dengan tegas berkata, "Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (Yohanes 15:5)

Ternyata bukan hanya saat dalam kekurangan orang bisa meninggalkan Tuhan, tapi dalam keadaan terberkati ada banyak orang meninggalkan Tuhan karena terlena, takabur atau lupa diri.

Kelimpahan materi dan berkat bisa menjadi celah bagi Iblis untuk menjerat hidup seseorang, kemudian ia mencondongkan hatinya kepada harta dan tidak lagi tertuju kepada Tuhan.

"Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?" (Galatia 3:3)

Tuhan Yesus memberkati

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sekilas Tentang Asal Usul Dinasti Nai Rais Uf Dalam Tiga Versi

Arti dan Strata Sosial Berdasarkan Lipatan Piru/destar Amarasi

FAKTA! AMARASI DIJAJAH BELANDA HANYA 190 TAHUN