Sekilas Tentang Asal Usul Dinasti Nai Rais Uf Dalam Tiga Versi


Sebutan Nai Rasi Uf biasanya disingkat Nai Rais Uf yang berasal dari Wehali Belu Selatan yang saat ini dikenal dengan Kabupaten Malaka. 

Nai Rais Uf adalah nama sematan saja ketika ia meninggalkan Kerajaan Wehali disebabkan oleh masalah keluarga dalam istana

Nai Rasi inilah leluhur yang pertama kali menurunkan Dinasti Kerajaan Amarasi sehingga disebut "Uf" atau pokok atau pertama.

Mengapa penguasa Amarasi itu disebut Nai Rasi? Silahkan ikuti kisahnya dalam tiga versi berikut....

Versi pertama yaitu para penutur dari Amarasi umumnya menuturkan  bahwa ketika Nai Rasi ini mulai berada di wilayah Teunbaun menggembalakan ternak, suatu hari putra raja ini membuat tali dari daun gewang yang masih muda (Kufa) dan sisa dari daun gewang yang tidak terpakai (Kuf Tef) ditumpuk di bawah pohon Rasi dan esok hari ketika ia kembali untuk menggembalakan ternak di wilayah itu, ada tangisan bayi di bawah pohon Rasi (Hau Rasi) tepat di atas tumpukan Kuf Tef tersebut dipungut dan diangkat menjadi anak yang dikemudian hari disapa dengan sebutan Nai Rasi, dialah yang kemudian menjadi Raja pertama Amarasi.

Akan tetapi cerita penyematan nama Rasi yang menjadi sebutan Dinasti kerajaan Amarasi seperti cerita mitos yang dibumbui dan sangat berlebihan...

Karena bagaimana bisa sekonyong-konyong ada bayi di bawah pohon Rasi, sehingga kemudian menjadi nama leluhur Amarasi..? Cerita yang menyimpan misteri sampai hari ini; siapakah ibu dan ayahnya?. Misteri ini pun yang kemudian berkaitan erat dengan sebutan tabu (nuni) yang tidak boleh diceritakan. 
Atau adakah kisah lain dibalik cerita ini...?

Cerita versi kedua juga dipegang oleh sebagian para Tetua Amarasi yaitu bahwa ketika itu di kerjaan Wehali, Nai Rasi menjatuhkan mangkok berharga dalam istana Wehali ketika itu sehingga ayahnya marah besar sehingga Nai Rasi yang masih muda itu kemudian diusir oleh ayahnya sendiri untuk meninggalkan istana. 

Oleh karena Nai Rasi membuat masalah dalam istana Wehali (menjatuhkan mangkok berharga) itulah, maka kemudian ia disematkan namanya dengan sebutan Nai Rasi (pembuat masalah) yang mengungsi sementara di Biboki beberapa waktu dan kemudian migrasi lagi hingga ke wilayah yang ia kuasai dan diami yaitu Amarasi. 

Jadi, Nai Rasi bukan orang sembarangan, ia adalah salah satu pangeran kerajaan Wehali saat ia meninggalkan kerajaan Wehali saat itu.

Cerita versi ketiga berasal dari para Makoan/penutur dari Belu Selatan mengatakan bahwa, Nai Rasi adalah pangeran Kerajaan Wehali tetapi karena ada suatu peristiwa, maka ia dilahirkan di kerajaan Wewiku yang merupakan saudara dari raja Wehali

Ketika Nai Rasi dalam kandungan, ada sebuah perjanjian di antara dua kakak beradik yang masing-masing merupakan raja Wehali dan raja Wewiku. 

Dalam perjanjian itu, jika anak yang dilahirkan itu (Nai Rasi=red) laki-laki, maka ia akan kembali ke Wehali, akan tetapi jika lahir perempuan maka ia boleh tinggal di Wewiku

Ketika lahir ternyata Nai Rasi laki-laki akan tetapi oleh raja Wewiku identitasnya dirahasiakan kepada raja Wehali dengan berbohong kalau Nai Rasi lahir perempuan agar Nai Rasi tetap tinggal di Wewiku dan tidak boleh kembali ke Wehali

Beberapa tahun kemudian ketika ada hajatan penting di Kerajaan Wewiku, maka berkunjunglah raja Wehali ke sana. 

Dalam pesta yang besar dan meriah itu tampak banyak penari yang tampil mengisi acara, di antara para penari itu, tampaklah Nai Rasi yang baru tumbuh remaja dan sangat lincah menari. Akan tetapi ia didandani perempuan dan mengenakan pakaian perempuan dengan maksud agar raja Wehali tidak mengenalinya.

Rupanya raja Wehali sangat penasaran akan tarian Nai Rasi sehingga kemudian ia bertanya, siapa gerangan penari yang sangat lincah itu? Tanpa sadar ada keluarga dalam istana Wewiku yang lupa dan menyebut "Liurai" (artinya pangeran) sehingga kemudian terjadilah perebutan sang pangeran yang berakhir perang saudara di antara dua kerajaan kakak beradik tersebut.

Peristiwa ini ternyata jika dirunut dalam sejarah kerajaan Wewiku-Wehali maka sangat mendekati kebenaran karena Nai Rasi meninggalkan Wehali sesaat setelah perang saudara itu dan beberapa tahun kemudian barulah kerajaan Wewiku-Wehali dibumi-hanguskan oleh Portugis tahun 1642

Demikian tiga versi cerita yang berkembang tentang asal usul raja Amarasi. Dari ketiga versi cerita tersebut memiliki sematan yang sama pada sang pangeran bahwa dialah penyebab masalah, dan mungkin karena sematan nama itulah maka kisahnya sangat ditutupi oleh para tetua adat Amarasi dari waktu ke waktu hingga hari ini karena dianggap tabu (Nuni) untuk diceritakan kepada anak cucunya. 

Dari dua versi cerita terakhir itulah, maka Nai Rasi kemudian meninggalkan Wehali pasca masalah dalam istana kerajaan menuju arah barat Pulau Timor dan berdiam untuk beberapa waktu di Biboki bersama beberapa keluarga, para prajurit dan rakyat yang ikut menemani dan seorang panglima perang yang dikenal dengan sebutan Meo Omek Foni. 

Karena mereka cukup lama tinggal di Biboki maka banyak tarian dan budaya yang diadopsi dan dibawa ke Amarasi seperti, tarian perang (bso sene), Herin, A'a,sramat, tenun ikat, dll. 

Rombongan Nai Rasi yang diperkirakan berjumlah sekitar 600 orang itu kemudian meninggalkan Biboki menuju Amarasi tepatnya di daerah Teunbaun saat ini yang saat itu merupakan wilayah yg dikuasai oleh Dinasti Bureni. 

Karena tidak mau wilayahnya didiami oleh Nai Rasi maka kemudian terjadilah perang sehingga akhir dari perang tersebut Bureni ditaklukan, ditandai oleh Fatu Bureni yang ada hingga saat ini. Fatu Bureni adalah wilayah pertahanan Dinasti Bureni yang merupakan bukti perebutan wilayah Dinasti Bureni saat itu. Fatu Bureni menurut Marthen Amnifu (Alm) mantan kepala desa Nekbaun adalah istana kerajaan Bureni sekaligus benteng pertahanan kala itu.

Di wilayah Teunbaun inilah Nai Rasi mendirikan istananya. Walaupun pergantian raja dari waktu ke waktu akan tetapi istana itu tetap ada dan masih kita lihat istana tersebut hingga saat ini, walaupun lokasinya berpindah tempat tetapi tetap di seputaran Teunbaun.

Sesuai dengan judul tulisan ini, maka tulisan inipun sekaligus menjawab beberapa pertanyaan dan perdebatan tentang marga "Koroh" dalam Dinasti Nai Rasi, sebenarnya ada hubungan atau tidak?

Apalagi ada yang mengklaim kalau marga Koroh itu dari Sabu tanpa menunjukkan bukti yang valid. 

Karena itu, untuk menjawab pertanyaan dan membantah klaim tanpa bukti tersebut maka ikuti ulasannya berikut ini

Sepeninggal Nai Rasi maka keturunan Nai Rasi selanjutnya pada bagian akhir nama pribadinya ditambahkan sebutan "Rasi" sebagai nama sematan leluhur mereka yaitu Nai Rasi.

Sebutan Rasi ini disematkan pada semua raja-raja yang berkuasa di Amarasi hingga raja Koroh Kefi Rasi berkuasa (1832). Raja Koroh Kefi Rasi biasa disebut Tob Mnon atau Tobe Noni. Tob Mnon adalah sebutan Belanda dalam dokumen Margreini. 

Raja Koroh Kefi Rasi ayahnya bernama Kiri Rasi sedangkan kakeknya adalah Esu Rasi yang dipenggal kepalanya oleh Belanda usai perang Penfui tahun 1752

Koroh Kefi Rasi memiliki dua orang saudara yaitu Muni Rasi dan saudari perempuannya bernama Bi Nepa Rasi. 

Koroh Kefi Rasi berkuasa sebagai raja Amarasi selama 21 tahun yaitu dimulai tahun 1832 - 1853 menggantikan kakaknya Muni Rasi

Ketika Koroh Kefi Rasi berkuasa maka ia mendirikan istananya tepat di Pasar (Baun) Teunbaun saat ini.

Sesuai dengan arti namanya - Koroh Kefi, yaitu "Burung Merpati" maka ia membuat ukiran kayu menyerupai burung merpati. Pada pintu istana dan pada bubungan istananya, ukiran kayu berupa burung merpati tersebut dipajang di sana.

Istananya biasanya disebut Sonaf Koroh atau Istana Burung indentik dengan nama pemiliknya saat itu Koroh Kefi. 

Sejak saat itulah dan seterusnya maka sematan nama Koroh dipakai pada bagian akhir nama raja² yang berkuasa di Amarasi sebagai marga hingga saat ini

Demikian ulasan singkat asal usul sebutan marga Koroh dalam dinasti Nai Rais Uf kiranya bermanfaat. 

Karya ini dilindungi Undang-undang Hak Cipta pasal 72 No. 19 ayat 1 dan 2 tahun 2002.

Boleh dicopy untuk digunakan sebagai bahan pengajaran, dengan mencantumkan nama penulis

Tuhan Yesus memberkati

Bandung, 5 juni 2019

Penulis
Pdt. Aner Abraham Nitti Runesi



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Arti dan Strata Sosial Berdasarkan Lipatan Piru/destar Amarasi

FAKTA! AMARASI DIJAJAH BELANDA HANYA 190 TAHUN