ASAL USUL KERAJAAN AMARASI


Raja Amarasi berasal dari kerajaan Wehali di Belu Atambua. Konon kata penutur, salah satu putera raja menjatuhkan mangkok bersejarah milik kerajaan sampai pecah sehingga kemudian ia diusir oleh ayahnya yang tak lain adalah Raja Wehali sendiri. 

Cerita inilah yang sering diceritakan para orang tua Amarasi kepada anak cucunya secara turun temurun hingga tulisan ini dibuat tentang sebab musabab putera raja Wehali meninggalkan kerajaan Wehali.  

Tetapi apakah sesederhana itu kejadian yang sebenarnya terjadi sehingga Sang Pangeran diusir keluar dari istana...? Akan diulas pada bagian selanjutnya dalam tulisan ini.....

Dan lanjutan cerita para orang tua Amarasi bahwa putra Raja Wehali ini kemudian melarikan diri menuju arah barat bagian utara pulau Timor yaitu Insana dan beserta para pengikutnya yaitu para hulubalang (panglima tentara, Meo dan masyarakat) pendukung setia tinggal di Biboki.

Kemudian putra Raja Wehali ini meneruskan perjalanan beserta para pengikut termasuk hulu balang (Meo) menuju arah barat pulau Timor yaitu Amarasi......

Menurut beberapa penutur bahwa di Amarasi rupanya ada penduduk asli atau penduduk yang terlebih dahulu mendiami wilayah itu yaitu suku Natu, Bureni dan suku-suku yang lain yang menempati wilayahnya masing-masing di sekitar daerah Teunbaun dan sekitarnya.

Menurut Pendeta Theofilus Natumnea dari Nubraen Desa Merbaun, suku-suku yang terlebih dahulu mendiami beberapa bagian daerah Amarasi adalah raja-raja kecil dengan pengikut yang sangat sedikit. 

Peristiwa kehadiran Rombongan dari Belu ini kemudian mengakibatkan terjadi pertempuran sengit sehingga marga/suku Bureni dan suku-suku yang telah mendiami daerah Teunbaun dan sekitarnya berada pada pihak yg kalah, hal mana dibuktikan dengan adanya Fatu Bureni yg masih ada sampai hari ini....

Para penutur juga menuturkan bahwa ketika putra raja ini mulai berada di wilayah Teunbaun menggembalakan ternak, suatu hari putra raja ini membuat tali dari daun gewang yang masih muda (Kufa) dan sisa dari daun gewang yang tidak terpakai (Kuf Tef) ditumpuk di bawah pohon Rasi dan esok hari ketika ia kembali untuk menggembalakan ternak di wilayah itu, ada tangisan bayi di bawah pohon Rasi (Hau Rasi) tepat di atas tumpukan Kuf Tef tersebut yang kemudian dipungut dan diangkat menjadi anak dan Nai Rasi inilah Raja pertama Amarasi.

Akan tetapi cerita penyematan nama Rasi yang kemudian menjadi sebutan Dinasti kerajaan Amarasi seperti cerita mitos yang dibumbui dan sangat berlebihan...

Karena bagaimana bisa sekonyong-konyong ada bayi di bawah pohon Rasi, sehingga kemudian menjadi nama leluhur Amarasi..? Cerita yang menyimpan misteri sampai hari ini, tetapi alangkah baiknya kita selidiki asal usul Sang Pangeran dari kerajaan Wehali ini secara obyektif berdasrkan fakta-fakta sejarah dan penuturan pada tetua adat dari Belu.

Sekilas Profil Kerajaan Wewiku-Wehali dan Kerajaan Biboki

Catatan sejarah menjelaskan bahwa Portugis masuk ke Timor abad ke-15 sedangkan dalam buku Negara Kertagama ada tertulis Timor mulai dikenal abad ke-13 karena beberapa komoditas rempah-rempah sehingga tahun 1365  sudah sangat terkenal dengan cendana sehingga pedagang cina dan india banyak ke Timor.

Pada awalnya ujung timur pulau Timor tepatnya daerah Belu sudah didiami oleh suku Melus yaitu penduduk asli Belu. Para pedagang dari Cina dan Gujarat India yang pertama kali memasuki wilayah ini, kemudian menyusul para pedang dari Malaka.

Seiring berjalannya waktu suku Melus penduduk asli Belu mulai punah. Tidak ada dokumen yang menjelaskan hal ini, tetapi beberapa kemungkinan yang dapat menjelaskan hal ini yaitu, wabah penyakit, perang atau bencana alam.

Berikut catatan sejarah yang bisa dijelaskan apabila kita mengurut asal usul kerajaan Amarasi dari Belu khususnya kerajaan Wewiku-Wehali.

Kerajaan ini terletak di daerah Belu Selatan dan di dirikan oleh para pendatang yang berasal dari Malaka, dengan nama yang di berikan Wewiku-Wehali. Wewiku/Wesei berarti air pancuran yang mengalir dari atas sedangkan Wehali artinya kerajaan yang mengelilingi kerajaan sekitarnya. 

Para pendatang dari Malaka melalui Larantuka ini berjumlah tiga orang bersaudara yg semuanya bergelar Raja atau Loro dan memiliki wilayah kekuasaan yang jelas dengan persekutuan yang akrab dengan masyarakatnya. Kedatangan mereka ke tanah Belu hanya untuk menjalin hubungan dagang antar daerah di bidang kayu cendana dan hubungan etnis keagamaan.  

Sebutan Larantuka dan Wewiku-Wehali

Larantuka berasal dari bahasa Tetun yang terdiri dari dua suku kata yakni Laran yaitu sebagai pusat Kerajaan Wesei Wehali di Desa Wehali Kecamatan Malaka Tengah. Dan Tuka artinya batas. Jadi kerajaan Wesei Wehali sampai di Larantuka Flores Timur sebagai batas wilayah kekuasaannya.

Kerajaan Wesei Wehali dipimpin seorang raja yang berstatus Maromak Oan (putera Allah) sebagai pemegang hirarki tertinggi. Dan Maromak Oan ini menurut beberapa ahli bahwa dia adalah orang tua dari tiga raja bersaudara yg disebut Liurai yakni;

1. Liurai Wehali atau Fatuariun berpusat di Umakatahan, Kecamatan Malaka Tengah dan sekarang dipindahkan ke Builaran, Kecamatan Sasitamean. 

2. Liurai Likusaen di Timor Leste, 

3. Liurai Sonbay di Molo Kabupaten Timor Tengah Selatan.

Kerajaan ini mulai berkembang pesat ketika kedatangan Sina Muti Malaka, Sina Muti adalah sebutan untuk para pedagang Cina/Cina putih. Sina Muti Malaka merupakan asal usul orang Malaka yang datang melewati pulau yang bernama Ninibo Raihenek (sekarang Makassar) dan singgah di Prasso (sekarang Dilli ibu kota Timor Leste).

Konon ketiga kerajaan yang sudah disebutkan adalah tiga orang bersaudara sebagai raja yang pertama kali datang ke Belu dengan tujuan untuk berdagang dan tujuan religi.

Tetapi karena Belu adalah salah satu tempat strategis yang penting bagi para migran dari Malaka dan merupakan salah satu daerah penghasil cendana terbesar di pulau Timor sekaligus pintu masuk para pedagang sehingga akhirnya orang Malaka mendirikan kerajaan Wewiku-Wehali tepatnya di Belu selatan.

Kerajaan ini berkembang dengan pesat seiring dengan perkembangan perdagangan tetapi pada akhirnya harus runtuh masa kejayaannya akibat perang saudara di kerajaan Wewiku-Wehali karena memperebutkan seorang putra karena putera kerajaan ini melakukan kesalahan yaitu perusakan benda pusaka kerajaan sebagaimana penuturan para tetua adat Belu. 

Perebutan ini terjadi karena salah satu pihak dalam istana mempertahankan sang pangeran untuk tinggal di istana, dipihak lain menghendaki pengusiran sang pangeran agar meninggalkan istana kerajaan Wewiku-Wehali sebagai konsekwensi kesalahannya.

Akan tetapi keputusan terakhir ada di tangan “Maromak Oan” orang tua mereka yaitu pemimpin hirarki tertinggi di atas raja atau Liurai Nain. Bahkan menurut para peneliti asing Maromak Oan kekuasaaannya juga merambah sampai sebahagian daerah Dawan (insana dan Biboki). 

Para penutur dari Belu juga mengungkapkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya di belu, maromak Oan memiliki perpanjangan tangan yaitu Wewiku-Wehali yaitu dua kerajaan yg bertetangga karena kedua kerajaan ini raja-rajanya adalah kakak beradik dan kerajaan Haitimuk Nain yaitu salah satu saudara mereka yg lain. Selain itu juga ada Fatuaruin, Sonabi dan Suai Kamanasa serta Loro Lakekun, Dirma, Fialaran, maubara, Biboki dan Insana yang merupakan kerajaan yang bertetangga yang ada dibawah Maromak Oan. Maromak Oan sendiri menetap di Laran sebagai pusat kerajaan Wewiku-Wehali.

Oleh karena itu, keluarnya sang putra Raja dari istana tentu tidak terlepas dari keputusan Maromak Oan sehingga salah satu solusinya adalah Biboki sebagi tempat pengungsian pangeran dan rombongan.

Putera Raja Wehali meninggalkan Istana

Persoalan besar di kerajaan Wiweku-Wehali yaitu perang saudara, maka kemudian terjadi pengungsian besar-besaran menuju arah barat bagian Utara Pulau Timor yaitu Insana, tepatnya daerah Biboki  yang ternyata sebuah kerajaan juga pada waktu itu.

Peristiwa ini sangat mendukung cerita para leluhur Amarasi tentang konflik keluarga dalam istana Kerajaan Wewiku-Wehali yang menyebabkan rusaknya barang-barang pusaka milik kerajaan yang berbuntut pengusiran putra kerajaan Wiweku-Wehali keluar dari Istana. Peristiwa ini sangat sinkron dengan peristiwa perebutan putera Raja yang telah disebutkan sebelumnya.

Putera Raja Wiweku-Wehali meninggalkan istana ternyata  tidak sendirian tetapi membawa para pengikut (Para hulubalang kerajaan/para Meo) yang setia dan membela Sang Pangeran. Pengusiran ini sebagai konsekwensi dari perusakan benda pusaka kerajaan oleh putera Raja. Dan peristiwa ini didukung oleh keputusan Maromak Oan sebagai pemegang hirarki tertinggi raja-raja di wilayah Belu pada saat itu yang memutuskan demikian.

Peristiwa pengungsian ini terjadi jauh sebelum kekuasaan Wewiku-Wehali dihancurkan oleh serangan Portugis pada tahun 1642 dan 1665 karena rombongan ini hidup tenang dan damai di Biboki hingga beberapa lamanya sebelum mereka melanjutkan perjalanan ke Amarasi.

Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa Sang Pangeran dan rombongan yang mengikutinya harus ke Biboki, bukan ke kerajaan lainnya yg ada di Belu? dan apakah karena peristiwa dalam kerajaan Wewiku-Wehali yang kemudian dia memiliki sebutan yang populer hingga menginjakkan kaki di Amarasi yaitu sebutan  Nai Rasi.....? Ikuti ulasannya berikut ini.

Pangeran Di Biboki

Sebelum saya uraikan mengapa Pangeran Wewiku-Wehali ke Biboki, baiklah kita ikuti ulasan tentang kerajaan Insana, Miomaffo, Mollo dan Biboki  yang adalah satu rumpun keluarga juga...

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa Maromak Oan memiliki kekuasan sampai Insana dan Biboki, maka hal inilah yang kemudian memungkinkan pangeran bersedia menuju Biboki sebagai salah satu solusi untuk tempat mengungsi sementara...

Berikut ulasan singkat keempat kerajaan yang ternyata bersaudara tersebut..

1. Kerajaan Insana

Laporan Antonio Pigafetta (1522), dari empat kerajaan di Timor yakni yang disebut salah satunya adalah Insana. Jadi pada tahun 1522, Insana telah menjadi sebuah kerajaan penting dipantai utara Timor.

Struktur kerajaan Insana yg berpusat di Maubes dan dikemudian hari kerajaan ini  pindah dari Maubes dan pusat kerajaannya didirikan di Oelolok dengan Raja terakhir dari marga Taolin.

2. Kerajaan Miomaffo

Leluhur yang mendirikan kerajaan Miomaffo berasal dari Belu Selatan yakni, Wehali.  Kedatangan mereka bersamaan dengan kedatangan Sonbai sebagi saudara yg termuda dan OEmatan. Dan yang memerintah di kerajaan Miomaffo adalah Kono.

3. Kerajaan Mollo.

Oematan sebagai kakak mendapat bagian wilayah di  Mollo dan Kono mendapat wilayah Miomaffo. Pada periode ini kerajaan Miomaffo sebenarnya masih dalam lingkungan Liurai Sonbai, oleh karena itu kerajaan Miomaffo berdiri tidak selisih jauh dari kerajaan Sonbai dan OEmatan sebagai Raja Mollo.

4. Kerajaan Biboki

Nama Biboki menurut Yohannes Tnesi yang dikutip W.Silab adalah sebagai berikut ; Kata Biboki terdiri dari dua kata yakni, Bi=di dan Boki= timbangan atau ukuran, jadi Biboki artinya di tengah/daerah yang netral, pusat untuk menimbang.

Raja-raja yang memerintah Biboki adalah sebagai berikut :

Mneka Kuluan
Taeke Kuluan
Ane Kuluan
Neon Us Kuluan
Tabesi Us Kenant
Nila Tusala
Tabes Tusala
Tahoni Iba
Tnesi Tautpah
Tnesi Finit
Poni Aumus, dll

Jadi pengungsian rombongan pangeran Wewiku-Wehali ke Biboki bukan suatu kejadian yang biasa karena sebelumnya terjadi perang saudara oleh karena putera raja yang satu ini. 

Dan keputusan Maromak Oan yang menghendaki pangeran harus berada sementara di daerah netral agar Sang Pangeran di Biboki ini mempertimbangkan segala hal apakah kembali ke Belu ataukah tinggal di Biboki atau ada keputusan yang lain.

Tetapi rupanya pangeran berkeras hati untuk tidak kembali, mungkin suatu pilihan untuk menutupi rasa malu/aib yg telah terjadi atau karena pangeran memang tidak mau kembali. Tentu keputusan tersebut telah dirundingkan dengan para tetua rombongan karena pangeran ini bukan seorang diri.

Dan kalaupun tinggal di Biboki bukan suatu solusi karena faktanya Biboki adalah sebuah kerajaan, sementara pangeran Wehali ini juga membawa rombongan yang bisa untuk mendirikan kerajaan sendiri karena memang dia adalah calon raja. Sehingga pada akhirnya pengeran ini dan rombongan meninggalkan Biboki.  

Alasan ini tentu tidak serta merta terjadi begitu saja karena pada kenyataannya Putera Raja dan rombongan menetap begitu lama di Biboki, suatu pertimbangan yang membutuhkan waktu untuk mengambil keputusan bersama rombongan hulubalang, para meo dan panglima perang yang menyertainya.

Bukti-bukti yang mendukung fakta sejarah ini dapat dilihat dari tarian rabeka, koakiku, bso sene, herin, bokok, natoni, sramat, pakaian adat, dan lain-lain yang sangat bertalian dengan Insana-Biboki karena mereka tinggal cukup lama di sini sehingga budaya ini dibawa hingga ke Amarasi.

Mengapa Harus Ke Amarasi?

Perjalanan menuju arah barat bukan hal yang gampang tetapi bukan juga sesuatu yang tidak mungkin karena faktanya moyang rombongan ini adalah petualang sejati.

Wilayah yang dilalui adalah daerah berkubu karena telah berpenghuni dan memiliki raja yang berkuasa yaitu Amanatun dan Amanuban yang kita kenal hari ini sebagai Timor Tengah Selatan (TTS).

Beberapa penutur mengisahkan bahwa beberapa rombongan melewati pantai selatan menyusuri pantai hingga tiba di Amarasi, akan tetapi tidak ada catatan sehingga sulit untuk dapat dijelaskan. Akan tetapi jika benar maka apakah mereka yang telah terlebih dahulu tinggal di Amarasi ....? 

Cerita ini juga mendekati kebenaran karena para penutur mengatakan bahwa ada rombongan yang dapat juga disebut pasukan/panglima perang yang melewati pantai selatan yang pada akhirnya kemudian memberi kabar kepada rombongan raja di Biboki untuk menuju Amarasi.

Walaupun demikian butuh kajian lebih mendalam tentu pada edisi berikut untuk lebih memperdalam kajian pada bagian ini secara khusus.

Kembali pada kisah perjalanan rombongan sang Pangeran. Perjalanan rombongan ini juga tidak meninggalkan cerita atau catatan apapun tentang perang dengan raja-raja yang dilewati wilayahnya.

Apabila perjalan rombongan ini menuju Amarasi tidak ada konflik berarti, maka ini membuktikan bahwa rombongan ini memiliki tim negosiator yang baik. Fakta yang memungkinkan adalah tutur Natoni sebagai budaya yang dibawa kemanapun leluhur ini berada sebagai etika budaya yang merupakan budaya permisi lewat tutur kata kesopanan pada masa itu hingga sekarang terpelihara dengan baik.

Dan jika memang perjalanan mereka jelas ke Amarasi karena ada penunjuk jalan tentu mereka hanya melewati daerah kerajaan² tersebut karena memang maksud mereka jelas tanpa unsur invasi/perang.

Akhir dari waktu yang panjang pada akhirnya putra raja dan rombongan sampailah di wilayah Timor Barat Daya yaitu bagian selatan Kota Kupang saat ini yaitu Teunraen (Baun) Amarasi. Lalu siapakah sang pangeran Wehali ini..? Mari ikuti kisahnya...

Siapakah Nama Sang Putera Raja Wewiku-Wehali ini.....?

Suatu misteri yang jarang dibicarakan dan tidak mudah mengungkap fakta ini dan catatan yang sedikit membuat buram topik yang satu ini.

Tetapi dari Margreini dan para Mafefa Amarasi sempat menyebutkan bahwa nama putera raja Wehali ini adalah Nafi Rasi. Mungkinkah dia yang terusir dari istana di Belu ataukah dia keturunan berikutnya...?

Sebutan Nafi Rasi baru disebut ketika ada di wilayah barat pulau Timor sedangkan sebutan Nai Rasi sebenarnya sudah dikenal dan menjadi nama sematan sejak keluar dari istana Wehali sampai berada di Biboki jika kita selidiki kisah keluarnya Nai Rasi dari kerajaan Wehali.

Dan sebutan Rasi yang disematkan pada belakang nama Nai Rasi sesuai penuturan para tua adat Amarasi bahwa dia yang dipungut dari bawah Hau Rasi (Nama sejenis pohon). Cerita ini sangat berlebihan dan memang dibumbui mitos, akan tetapi jika dilihat dari fakta sejarah sebenarnya dari peristiwa di istana Wehali, maka sebutan Rasi lebih masuk akal dan faktanya putera raja Wehali ini memang penyebab ( baca: pembuat masalah) ketika ia meninggalkan Belu.

Sebutan "Anak Pembuat Masalah" ketika ia meninggalkan istana adalah nama sematan yang sebenarnya berkonotasi kurang baik, itulah sebabnya mengapa hal ini tidak diceritakan kepada anak cucu rombongan dr Wehali yang lahir dikemudian hari. Akan tetapi faktanya memamg sebutan itu layak bagi seorang pangeran dan keturunannya walaupun terpaksa harus ditutupi dengan banyak alasan.

Sebutan sakral (keramat) Nai Rasi yang pada usia tuanya nama tersebut disematkan dengan sebutan AMARASI.  

Cerita ini beratus tahun dikubur karena memang budaya Amarasi tidak mau mengungkap aib leluhur keluarga apalagi aib penguasa atau rajanya. Dan bahasa yang umum kita dengar adalah sangat klise yaitu karena dianggap Keramat (Nuni) tanpa memberitahu sebabnya.

Sampai hari ini seorang anak Amarasi jika ia berada jauh dari Amarasi dan jika ia di tanya, "anda dari mana...?", maka ia akan menjawab, "Amarasi". Suatu pengakuan kebanggaan akan sebutan leluhur dan tanah airnya walau ia sendiri tidak tahu arti sebutan itu karena memang tidak pernah dikasih tahu karena alasan yang telah disebutkan sebelumnya.

Jadi, jika hari ini setelah anda membaca tulisan ini dan sudah tahu tentang asal usul sebutan leluhur kita, maka jangan malu lagi mengakui identitas anda sebagai anak Amarasi dari turunan "pembuat masalah" karena faktanya memang demikian. Tetapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa penyertaan Tuhanlah maka kerajaan Amarasi dengan rakyat Amarasi ada hingga hari ini karena Tuhan pula yang menghendakinya demikian.

Nai Rasi inilah yang dikemudian hari disebut sebagai Nai Rasi Uf yaitu Turunan dari putera raja Wehali yang terusir dari Belu - Atambua, sedangkan para pengikutnya disebut To Nai Rasi dan tempat kediaman mereka Hari ini disebut Pah Nai Rasi yaitu wilayah Amarasi yang dapat kita saksikan dan diami hari ini.

Mengapa Nai Rasi dan Rombongan memilih Amarasi..?

Kronologi cerita pengurutan nama yang mendekati kebenaran dan dapat dipastikan benar adalah bahwa Nafi Rasi adalah turunan dari Nai Rasi Uf dan Nai Rasi Uf itu adalah Nai Rasi. Dan Nai Rasi inilah yang keluar dari kerajaan Wehali dan Nafi Rasi adalah anak dari Nai Rasi yang kemudian disebut-sebut sebagai raja pertama Amarasi, maka inilah fakta karena Nafi Rasi yang kemudian merupakan penerus dan dapat mempersatukan seluruh suku-suku yang ada terlebih dahulu di Amarasi. 

Beberapa catatan sejarah mengungkapkan bahwa Nafi Rasi inilah yang terusir dari Belu hanya saja apabila disingkronkan dengan peristiwa yang menyebabkan pegusiran di istana Wehali tentu Nai Rasi adalah sosok yang lebih tepat dan cocok dengan sebutan namanya.

Dan kekuatan dinasti ini terketak pada kebersamaan, kekompakan dan pengorbanan sebagai tim yang solid bersama para tetua adatnya, para meo, dan seluruh pengikutnya serta para  panglima perang sejak keluar dari Wehali Belu kemudian tinggal di Biboki hingga sampai ke Amarasi adalah fakta yang tidak dapat dipungkiri.

Sistem pemerintahan yang dikemudian hari tertata baik tentu dimulai dari cikal bakal dinasti ini berproses ditambah dengan para tetua yang sempat ada dalam kerajaan di Wahali.

Sepintas Daerah Kupang dan Raja-Rajanya 

Beberapa catatan sejarah mengungkapkan bahwa ujung barat pulau Timor yang di sebut Kupang/Kopan, ketika leluhur Amarasi memasuki wilayah ini ternyata sudah didiami.

Penuturan Usif Nisim Natu sebgaimana yg dituturkan kembali oleh turunannya Jefry Koroh dan catatan yang ada jauh sebelumnya jg mengungkapkan hal yang sama bahwa nama Kupang berasal dari kata Kopan karena tanjungnya yang berbentuk seperti guci sehingga oleh para pedagang dari Gujarat India menyebutnya Kopan yang berarti pantai guci.

Dengan demikian, maka Kupang pada saat rombongan dari Wehali ini tiba sudah ada para pedagang dari India dan ada penduduk di sekitar wilayah tersebut dengan bahasa yang juga asing bagi mereka sehingga rombongan dari Belu ini kemudian  menyimpang ke bagian selatan ujung barat pulau Timor. 

Atau memang sesuai penjelasan sebelumnya bahwa memang rombongan ini tujuannya jelas ke Amarasi karena sudah ada yg dahulu menungu rombongan ini yaitu para panglima yang telahblebih dahulu melewati pantai selatan.

Siapakah Penguasa Amarasi Ketika Nai Rasi Uf Memasuki Amarasi...?

Sebelum saya mengulas wilayah Amarasi ketika Nai Rasi Uf dan rombongan dari Wehali Belu memasuki Amarasi, baiklah saya memberikan sedikit gambaran seputaran Kupang dan sekitarnya ketika Nai Rasi memasuki Amarasi.

Catatan sejarah mengungkapkan bahwa ketika Belanda memasuki Kupang 1653, sudah ada dua kerajaan di sekitar Kupang, yaitu;

1. Kerajaan Helong dengan rajanya Bissing Lissing 

2. Kerajaan Amarasi dengan Rajanya Nai Nafi Rasi

Sedangkan kerajaan-kerajaan kecil yg ada di sekitar kupang adalah yang datang kemudian pada tahun sekitar (l650-l655) sebagai pengungsian dari pedalaman pulau Timor, ke Kupang yaitu :

1. Kerjaan Sonbai Kecil yang kita kenal dengan  sebutan Nisnoni, suatu cabang dari Sonbai yang menetap di sekitar Bakunase.

2. Kerajaan Funai dari Amanuban, menetap disekitar Oepura/Pola

3. Kerajaan Amabi O’efeto, dan Amabi Niki-Niki (Tambaring) dari Amanuban yang menetap berturut-turut di Biloto, sekitar Babau, Liliba dan di kampung Bonipoi (Kupang).

4. Kerajaan Tabenu dari Mollo menetap di Baumata, kemudian di Mantasi. Mereka datang ke Kupang bersama-sama dengan rakyat pengikut-pengikutnya.

Catatan pasti tentang kapan tibanya rombongan Nai Rasi di Amarasi dari Biboki secara pasti tidak disebutkan, sementara beberapa catatan mengungkapkan bahwa saat Portugis mendarat di Pulau Timor (Belu) tahun 1522, Rombongan Nafi Rasi masih ada di Wehali.

Tahun datangnya pedagang Portugis dari Maluku ke Timor disebutkan (1515) melintasi Solor dengan kapal yang dinahkodai Antonio de Abreau diperkirakan sebagai orang portugis pertama yang mendarat di pulau Timor (Dili)  dan barulah kemudian berhasil membangun benteng mereka tahun 1526.

Pada tahun 1561 bangsa Portugis mulai membangun wilayah kekuasaannya di NTT dengan pusat pertahanan di Pulau Solor. Keadaan berbalik saat VOC – Vereenigde Oostindische Compagnie melakukan beberapa penyerangan dan mereka berhasil merebut benteng Fort Henricus di Solor oleh Belanda dibawah pimpinan Kapten Appollonius Scotte pada April 1613.

Kemudian Belanda bersama pasukan garnisun menuju Kupang tahun 1653 dan berhasil merebut benteng Fort Concordia di teluk Kupang yang dibangun oleh biarawan Dominican Portugis Antonio de Sao Jasinto (1640-1645)

Dengan demikian sebagai mana dikatakan sebelumnya bahwa kerajaan Amarasi pada tahun 1653 ketika Belanda memasuki Kupang sudah ada dengan rajanya Nafi Rasi yang merupakan raja kedua menggantikan ayahnya Nai Rasi/Nai Rasi Uf adalah benar adanya.

Lalu siapa atau suku manakah penguasa Amarasi ketika Nai Rasi Uf memasuki Amarasi....?

Menurut cacatan Cina yg kemudian dikutip oleh Spillet dan penuturan beberapa tokoh dari Baitiri yang mengisahkan bahwa Rombongan Nai Rasi yang datang dari Belu dengan para hulubalang dan para pengikut setia berjumlah sekitar 600 orang atau lebih.

Sedangkan suku yang menguasai Amarasi bagian barat adalah suku Bureni.

Berikut Dinasti Bureni

1. Bureni Natu Taek

Dialah penguasa pertama di Amarasi yang memiliki 4 orang anak laki-laki mungkin juga anak perempuan tetapi tidak disebutkan. Nama anak-anaknya, al; Natu Bureni, Bessi Taek, Nuba Taek dan Abe Taek

2. Natu Bureni

Dialah yang mengantikan ayahnya Natu Taek menjadi raja pada masanya

3. Teuf Bureni (....- 1615)

Teuf Bureni adalah anak dari Natu Bureni yang mengantikan ayahnya. Pada masa pemerintahan Raja Teuf Bureni inilah datang rombongan Nai Rasi Uf/Nai Rasi atau yang juga disebut Rais Jam dari Wehali sehingga kemudian terjadi pertempuran sengit antara Nai Rasi Uf dan Teuf Bureni dan rakyatnya.

Nai Rasi Uf memiliki beberapa panglima perang yang turut mengambil bagian dalam petempuran tersebut. Salah satu panglima perang (Meo) yang disebut dalam pertempuran itu yang dicatat dalam dokumen Cina adalah Meo Omek Foni.

Dalam pertempuran tersebut Dinasti Bureni akhirnya dapat ditaklukan, hal mana dibuktikan dengan adanya Fatu Bureni yaitu tempat yang mungkin sebagai benteng pertahanan atau istana raja pada saat itu.

Dari catatan ini dapat kita ketahui bahwa penguasa Amarasi yang terlebih dahulu mendiami Amarasi adalah suku Bureni yang kemudian diambil alih oleh Dinasti Nai Rasi Uf/Nai Rasi.

Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa sejarah Amarasi pernah dikuasai oleh dua dinasti pemerintahan yaitu Dinasti Bureni dan Dinasti Nai Rasi Uf  atau Koroh mulai disebut pada Tahun 1832 yang akan di jelaskan pada bagian berikutnya.

Situasi yang masih diliputi perang tidak memungkinkan Portugis memasuki wilayah Amarasi bahkan pengaruh Kristen juga tidak serta merta dapat masuk dengan cepat ke Amarasi yang sangat protektif dari pengaruh luar terutama pengaruh akan perdagangan budak belian.

Menurut catatan Cina yang ditulis oleh Tung Hsi Kau bahwa pada masa awal kedatangan Portugis Timor adalah gudang perdangan budak yang berpusat di pelabuhan Atapupu yang juga merambah sampai Kupang.

Hal ini dikuatkan oleh catatan Prof. P. J. Veth dalam tulisannya, "Het Eiland Timor" yang mengutip Antonio Pigafeta yg merinci secara jelas kehadiran Portugis di Timor tahun (1522) tepatnya di seputaran Belu yang menjadi pelabuhan primadona untuk perdangan budak, lilin dan cendana.

Sejarah Amarasi sebenarnya terdokumentasi dengan baik oleh para pedagang dari Cina karena pedagang Cina yang terlebih dahulu menjalin hubungan dagang dengan Amarasi, hanya saja monopoli Portugis dan Belanda yang kemudian hanya mengutip bagian-bagian yang menguntungkan dan manipulatif untuk kepentingan mereka semata. 

Walaupun demikian beberapa catatan sempat dipakai sebagai rujukan oleh para penulis baik dari Portugis dan Belanda terutama para misionaris mereka.

Lalu siapakah yang berkuasa setelah Dinasti Bureni ditaklukan oleh Nai Rasi...?

Berikut ulasannya secara rinci yang dapat saya bagikan dalam tulisan ini, tentu berdasarkan catatan-catatan yang saya singkronkan agar tidak membingungkan karena banyak versi tentang nama  raja-raja yang berkuasa setelah Dinasti Bureni ditaklukan sehingga pembaca dapat memahami dengan baik.

Nama-Nama Dinasti Nai Rasi

1. Nai Rasi Uf/Nai Rasi/Rais Jam (1620-1639)

Dialah yang beserta rombongannya menaklukan dinasti Bureni dan suku-suku lain di Amarasi bahkan sekaligus berhasil mempersatukan mereka di bawah kekuasaannya.

Peperangan dengan suku Bureni dan suku-suku kecil di sekitar Amarasi menyebabkan kekuasaan Nai Rasi sangat kuat dengan sistem pemerintahan dibawah kendali para panglima perangnya yang kemudian menduduki wilayah dan mengatur dengan koordinasi atau petunjuk Nai Rasi Uf.

2. Nafi Rasi adalah putera dari Nai Rasi Uf (1639-1665)

Jika anda membaca catatan Belanda atau Portugis maka nama yg dimunculkan sebagai raja Amarasi adalah Dom/Raja Antonio de Hornay. Mengapa hal itu terjadi? Karena itulah politik dominasi untuk menunjukkan daerah kekuasaan sehingga Belanda tidak memiliki akses untuk memasuki Amarasi pada waktu itu dan hal itu terbukti dan didukung oleh penguasa Amarasi saat itu.  

Dom Antonio Hornay adalah pemimpin Portugis yang setingkat gubernur wilayah dan dialah yg berhadapan dengan belanda dalam urusan diplomasi, jadi hanya sebagai raja bayangan Amarasi, demikian juga pemimpin Portugis selanjutnya seperri Dom Thomas dan seterusnya.

Hubungan Portugis dan Amarasi adalah murni hubungan dagang bukan karena invasi/daerah jajahan sebagaimana yang diterapkan oleh Belanda. Itulah sebabnya Amarasi adalah daerah yg menjadi pertahanan Portugis, tidak seperti 5 kerajaan lain yang ada di seputaran Kupang yang menandatangani kontrak kerja sama dengan Belanda tahun (1654-1655), yaitu; 

* Kerajaan Helong

* Kejaraan Sonbay kecil 

* Kerajaan Amabi

* Kerajaan Taebenu 

* Kerajaan Amfoang 

Pada tahun 1653 Belanda sudah menguasai Kupang dan selanjutnya berusaha memasuki Amarasi tetapi sangat sulit dikarenakan kekuatan pasukan Amarasi yang dimobilisasi oleh para Meo dan hulubalang serta disokong Portugis.

Raja Amarasi yang kian hari kian menjadi kuat, tetap memusuhi Belanda dan senantiasa mengganggu kedudukan Belanda di Kupang. Ia memperluas kerajaannya dengan menduduki wilayah Kupang, sehingga raja Kupang tinggal memiliki sebidang tanah kecil untuk tempat kediamannya sementara itu Portugis dan Belanda tidak pernah sepakat dan terus bertikai dengan melibatkan raja-raja di sekitar Kupang.

Dalam tahun l656 Belanda mengirim suatu expedisi untuk menyerang Amarasi, tetapi gagal. Tentara Belanda dipukul mundur dan markas Belanda di Kupang diserang terus menerus. Serangan Amarasi itu dibantu pula oleh serangan Sonbai dari Utara  menyebabkan Belanda pada waktu itu mempertimbangkan untuk memindahkan benteng pertahanannya ke-pulau Rote, tetapi hal itu tidak pernah dilaksanakan.

Tahun 1656 pertempuran paling fenomenal yang dicatat secara lengkap di mana belanda dipimpin oleh Jenderal  yang sangat terkenal Arnold de Vlamingh Van Oudtshoorn bersama 800 pasukannya yang bersenjata lengkap ditambah pasukan lokal dari Rote, Sabu dan Solor tetapi berhasil dipukul mundur oleh pasukan gerilya dari Amarasi yang didukung Portugis dengan kedua pemimpin mereka Antonio de Hornay dan Mattheus da Costa.

Dalam pertempuran ini belanda kehilangan 170 pasukan ditambah pasukan lokal yang juga tewas dalam pertempuran tersebut.

Dikisahkan bahwa dalam pertempuran tersebut banyak terjadi peristiwa gaib berupa penampakan sosok-sosok misterius entah kuasa gelap ataukah campur tangan Tuhan.

Kekalahan Belanda tersebut sangat memalukan karena Jenderal yang sangat hebat akhirnya harus melarikan diri dan kemudian dipindahkan ke Batavia atau Jakarta saat ini.

3. Tus Rasi (1665-1678)

Melewati masa-masa yang berat dan melelahkan akhirnya
Nafi Rasi meninggal mendadak pada bulan september 1665 sebagaimana diungkapkan dalam cacatan Cina sehingga ia kemudian digantikan oleh Tus Rasi keponakannya yang ditulis juga oleh Opperhoofd Van Wijckershoof dalam catatannya.

Kepemimpinan Tus Rasi yang masih muda melewati masa yang tenang pasca kekalahan belanda sehinga tidak ada gangguan berarti walaupun Belanda terus menyusun strategi untuk bisa mengalahkan kerajaan Amarasi.

Dan pergantian ini tidak diperkirakan sebelumnya karena kematian mendadak Nafi Rasi.

Diperkirakan kalau Tus Rasi bermukim di Buraen tepatnya pesisir pantai bersama-sama hulubalang (Meo) dan pasukan Portugis. Belakangan tempat ini disebut Tasi Nono yang dipercayakan pengawasannya kepada Tinenti-Passu.

Panglima Ataupah dan Abineno ditugaskan menjaga Eno Kona yaitu pintu masuk dari Babau yaitu perkebunan Belanda saat itu.

Dan Eno Kona dikemudian hari dikenal sebagai Oekabiti dan sekitarnya sedangkan Tasi Nono dikenal sebagai Teun Raen.

Sedangkan keturunan panglima perang Meo Omek Foni ditugaskan mengawal Raja kemanapun ia pergi dan tempat tinggalnya tidak jauh dari kediaman raja bersama panglima Tinenti.

4. Nai Sif Rasi/Nai Siney (1678-1688)

Dalam catatan Cina, Nai Sif Rasi bermarga Amtiran yang memiliki seorang puteri bernama Bi Rasi tetapi mungkin juga ada seorang putera tetapi dibunuh oleh Belanda bernama Manubait.

Bi Rasi Menikah dengan Am Re'u yang kemungkinan berasal dari bangsawan Helong di Semau. Kisahnya akan disampaikan nanti.

Akan tetapi ada cacatan buram yang agak sulit diterjemahkan yang mencacat sebab musabab terjadi pertempuran Sif Rasi dengan Belanda karena putera Sif Rasi yang bernama Manubait dibunuh oleh Belanda dalam sebuah taktik licik sehingga Sif Rasi turun lansung dalam pertempuran di sekitar benteng Fort Concordia.

Sif Rasi ini dikenal karena kemampuan komunikasi yang baik sehingga ia dapat merangkul suku-suku yang ada di Amarasi dan dikisahkan kalau ia bermukim di sekitar Oesain dan Buraen yang dikawal panglima perang Natu Otemusu dan Tinenti saudara-saudaranya yang berjaga-jaga sepanjang Teunraen sampai Oesain bahkan Sif Rasi dan Tus Rasi juga sempat bermukim di Buraen dekat daerah pesisir pantai Pe'o.

Ia bersama-sama hulubalang dan panglima perang yaitu Tnunay dan Soreninu mempertehankan kedudukan di Buraen diakibatkan taktik Belanda memakai orang-orang lokal untuk mengetahui kekuatan Raja Amarasi.

Dan karena mengantisipasi serbuan Belanda yang sewaktu-waktu bisa terjadi sehingga Raja Amarasi tidak menetap di daerah Teunraen yang dekat dengan Kupang.  

Suku Tnunay dan Soreninu yang dikemudian hari tetap berjaga-jaga dan kemudian menetap atau kemungkinan memang suku inilah yg sebelumnya berkuasa di wilayah ini sehingga kita dapat melihat sampai hari ini marga Tnunay dan Soreninu ada di Buraen.

Banyak Tentara Topas atau Portugis hitam juga ada diseputaran Pe'o yang juga terus membangun kontak dengan Natu Otemusu di sekitar Oesain dan Ataupah di Eno Kona Oekabiti karena Belanda mulai memasang "pagar hidup" yaitu tentara lokal yang di datangkan dari Rote dan Sabu yang disebar dari pesisir pantai Oepaha sampai Atapupu.

Sif Rasi mengawali kekuasaannya pada saat kembali terjadi ketegangan dengan VOC karena Belanda berusaha memasuki Amarasi sehingga terjadi pertempuran berulang kali dan pasukan Amarasi tidak tanggung-tanggung dengan berani merangsek masuk sampai depan benteng Concordia tepatnya di atas Fatufeto.

Raja Amarasi masih disokong oleh Portugis apalagi melewati kemenangan gemilang sebelumnya sehingga pasukan Amarasi tidak gentar menghadapi Belanda. 

Bahkan dalam pertempuran kali ini pasukan Amarasi dipimpin langsung oleh raja Sif Rasi yang ikut bermalam di seputaran Fatufeto.

Tetapi dalam sebuah pertempuran raja Sif Rasi ditembak pada bagian kakinya sehingga ia ditandu dan dibawa pulang ke Amarasi.

Pada tahun yang sama 1678 Bi Rasi dan suaminya Am Re'u ingin mengunjungi Semau dalam suatu urusan tetapi kemudian mereka ditangkap oleh Belanda dan ditawan di Lifau Kupang karena penghianatan beberapa orang yg dapat disuap Belanda.

Rupanya Belanda memanfaatkan situasi ini untuk menekan dan membujuk  raja Amarasi untuk bekerja sama tetapi ternyata tidak berhasil.

Dengan berjalannya waktu dan perundingan yang alot, akhirnya dengan penuh keberanian PanglimaTinenti yang berpangkat letnan menghadap Belanda membawa surat yg dikonsep oleh Portugis atas saran dari Sif Rasi untuk membebaskan puterinya dengan jaminan 10 orang Amarasi berpengaruh pada saat itu.

Sehingga walaupun menunggu cukup lama, maka pada tahun 1701 barulah Bi Rasi dan suaminya dibebaskan kembali ke Amarasi dengan kaki dirantai.

5. Fo Rasi (1688-1703)

Fo Rasi adalah anak Nafi Rasi, ia dikisahkan bermukim di Ruanteuf atau tepatnya Retraen mungkin Sonaf Retraen saat ini dan tidak seperti pendahulunya yg tinggal di Buraen.

Alasan tinggal di Ruanteuf oleh karena alasan keamanan semata-mata bahkan sempat juga berpindah tempat pada kawasan yang sukar di jangkau oleh siapapun kecuali oleh para Meo, orang kepercayaan dan panglima perangnya.

Beberapa penutur mengisahkan kalau Fo Rasi pada pagi hari tidak berada di Sonaf Ruanteuf kecuali malam hari. 

Pada bagian inilah bisa ditelusuri keberadaan suku Keo di Oe Baki yang juga membantu Fo Rasi dan sekaligus menjaga wilayah lapis kedua dari Eno Kona dan sempat menyinggung Sonaf Kiku. Akan tetapi perlu penelusuran lebih mendalam melalui para penutur tetua adat Amarasi.

6. Tus Rasi (1703-1714)

Tus Rasi kembali disebut memerintah kembali Amarasi untuk kedua kalinya dan bermukim di Ruan Teuf

7. Muni Rasi (1714)

Dalam catatan De Nijs Bik bahwa terjadi pemberontakan di Ruan Teuf pada masa kekuasaan Muni Rasi, mungkin ada yang tidak setuju atau menghendaki pemimpin lain sehingga pada tahun itu juga Muni Rasi diganti.  

Penggantinya adalah dua nama yang muncul dalam catatan sejarah yaitu menurut Margraini bahwa yang menggantikan Muni Rasi adalah Fo Rasi sedangkan pada bagian lain yaitu para Mafefa Amarasi disebut bahwa yang mengganti Muni Rasi adalah Nai Soti

Karena Muni Rasi bermukim di Ruan Teuf sedangkan pada bagian barat Teunraen masih ada dalam penjagaan para Meo dan panglima perang, itulah sebabnya Meo Foni berada pada garis tengah antara Teunraen dan Ruanteuf.

Peperangan sporadis masih saja terjadi antara Belanda dan Amarasi sehingga kalau kita telusuri sejarah Amarasi melalui penggalan cerita Margraini dan De Nijs Bik pergantian Raja terus di lakukan hanya karena peperangan yang terjadi terus menerus bahkan jika dihitung, maka setelah 100 tahun lebih sejak Belanda memasuki Kupang barulah bisa menaklukan Amarasi.

8. Nai Soti.....Fo Rasi...? (1714-1749)

Pada bagian ini disebutkan kalau Nai Soti yang berkuasa tetapi pada catatan lain bahwa yg berkuasa adalah Fo Rasi berkuasa lagi  pada masa tuanya apalagi pada waktu itu Belanda secara terang-terangan memobilisasi pasukan lokal secara besar-besaran untuk menyerang Amarasi secara penuh.

Pada sisi lain di dalam kerajaan Amarasi sendiri terjadi pemberontakan sehingga kuat dugaan bahwa Fo Rasi diangkat kembali utk bisa mempersatukan kerajaan Amarasi pasca berakhirnya Raja Muni Rasi yang penuh gejolak. Sedangkan pada pihak lain ada yang menunjuk Nai Soti sebagai Raja baru.

Secara keseluruhan, kekuatan Belanda terus bertambah karena banyak didukung pasukan lokal yg didatangkan dr Rote dan sabu, walaupun demikian Belanda tidak pernah bisa masuk dalam wilayah Amarasi karena sepanjang sejarah pendudukan Belanda, pasukan Amarasi yang selalu maju menyerang Belanda di kota Kupang saat ini.

Dan peristiwa paling bersejarah yaitu ketika Fo Rasi mangkat dan kemudian diganti oleh Esu Rasi tahun 1752.

9. Esu Rasi (1749-1752)

Esu Rasi adalah putera dari Fo Rasi yang menggantikan ayahnya.

Pada tahun l749 raja Amarasi  yaitu Esu Rasi dan semua panglima perang beserta Raja Amfoang dan Amanuban dari pedalaman Timor, sambil bersekutu dengan Portugis Hitam dibawah pimpinan Letnan Jederal Gasper da Costa menyerang Belanda di  Kupang.

Pasukan ini yang berkekuatan sekitar 40.000 orang di musnakan dalam pertempuran di Penfui (kini menjadi Bandara Udara El Tari Kupang) oleh Belanda di bawah komando Kapten Mardijker Frans Mone Kana.

Ia dibantu oleh Maredijkers dari Solor, Rote, Sabu, dan orang-orang Timor dari ke-5 kerajaan sekitar Kupang.

Dengan kekalahan total ini berakhirlah kekuasaan Portugis Hitam di bagian daratan selatan pulau Timor yaitu Amarasi.

Raja Amarasi, Esu Rasi ditangkap dan dipenjarakan di Kupang. Sekembalinya ke Amarasi, raja ini tetap membangkang dan tetap bermusuhan dengan Belanda.

Dan tahun l752 Belanda sekali lagi menyerang dan menundukkan Amarasi di Banteo atau Pahluman. Bagian kerajaan yang diperolehnya dari raja Helong, dirampas kembali oleh Belanda dan dibagi-bagikan kepada keempat raja yang baru,  di sekitar Kupang, yang tetap setia kepadanya.

Esu Rasi sekali lagi ditangkap dan dipenggal kepalanya oleh belanda, jenasahnya kemudian diambil oleh Raja Nisnoni dan dikuburkan di Bakunase sebagaimana dikisahkan oleh cucu Raja Nisnoni yaitu Alfons Nisnoni.

Sebagai rasa terima kasih kepada Raja Kupang yaitu Nisnoni, maka kerajaan Amarasi memberikan sebidang tanah meliputi Saha yaitu perbatasan kerajaan Amarasi dan kerajaan Kupang yg ada hingga hari ini. 

10. Kiri Rasi atau Baki Ktuta (1752-1774)

Dengan takluknya Amarasi, maka banyak panglima perang dan yang memberontak ditangkap sebagian dipenjarakan di Kupang tetapi ada yang dibuang ke Rote dan pulauJawa.

Sedangkan rakyat biasa dipekerjakan sebagai pekerja rodi dengan membakar bata merah dengan istilah "Corvee", suatu pekerjaan yang menyiksa dan tidak sedikit yang meninggal dunia.

Mamar dan kebun-kebun di Amarasi dibakar oleh Belanda dan kaki tangannya, para pembakang ditangkap dan menjadi santapan buaya dekat teluk Kupang.

Tidak terkecuali ibu-ibu dan anak-anak diikutkan dalam kerja paksa ini.

Pada waktu sekembalinya ibu-ibu dan anak-anak mereka yg dibebaskan kembali ke Amarasi, konon mereka diperiksa secara ketat di pos terakhir Belanda yang terletak di Sikumana sehingga sebutan Sikumana karena para nenek tua disingkap kain mereka untuk diperiksa apakah membawa sesuatu ataukah tidak.

Kaum laki-laki tidak ada satupun yang dijinkan pulang,bahkan mereka konon ditampung dipenjara terbuka di pasir panjang dan kelapa lima.

Sedangkan Kae Me'u adalah tempat istirahat di mana anak-anak laki-laki yang berumur belasan tahun diisinkan pulang ke kampung masing-masing di Amarasi untuk membangun pondok sedangkan para ibu-ibu tua atau nenek-nenek dan anak-anak perempuan tinggal di Kaeme'u menunggu anak-anak atau cucu mereka laki-laki yang akan kembali menjemput mereka sekembalinya dari membuat pondok di kampung masing-masing di Amarasi.

Sekembalinya anak-anak dari membuat pondong, banyak saudara perempuan mereka yang telah menikah dengan penduduk disekitar Kaeme'u. 

Sehingga perpisahan pada waktu bulan purnama ketika saudara mereka dan nenek-nenek mereka kembali ke Amarasi, mereka menangis bersama-sama pada malam bulan purnama sebagai tanda perpisahan karena saudara perempuan mereka yg telah menikah tidak bisa ikut ke Amarasi. Itulah sebabnya tempat itu diberi nama Kae Me'u.

11. Muni Rasi atau Tobe Smara (1774-1802)

Baki Ktuta dan Muni Rasi masih menetap di Ruan Teuf yaitu Retraen dan Buraen.

12. Koroh Rasi atau Tob Mnon (1802-1803)

Koro Rasi masih bermukim di Ruan Teuf akan tetapi terjadi gejolak oleh karena campur tangan belanda dan perselisihan di dalam istana yang makin memanas sehingga kemudian terjadi pergantian kekuasaan dengan Muni Obe yang juga tidak berlangsung lama.

13. Muni Obe (1803)

Raja yang berkuasa pada saat itu apabila tidak tunduk kepada Belanda, maka akan disingkirkan dan diganti dengan Raja yang bisa diatur oleh Belanda.

13. Tefa Koroh (1803-1832)

14. Kefi Rasi atau Koroh Kefi atau Tobe Mnatu (1832-1853)

Tahun 1832 ketika Kefi Rasi dinobatkan menjdi raja di Amarasi, beliau mendirikan sonafnya di sekitar pasar baun saat ini.

Di atas sonafnya itu, dibuat sebuah lambang dari kayu/papan menyerupai burung dan sejak saat itu, beliau digelari Kefi Koroh. Selanjutnya raja² berikut yg memerintah di Amarasi selalu menggunakan Koroh sebagai marga.

15. Obe Koroh (1853-1871)

Obe Koroh adalah keponakan Kefi Rasi

16. Rasi Koroh (1872-1887)

Rasi Koroh adalah keponakan Obe Koroh

17. Taku Obe (1888-1891) 

Taku Obe adalah anak dari Obe Koroh

18. Rasi Koroh kedua kalinya, (1892-1914)

19.  Ishak Koroh (1914-1923) 

Ishak Koroh memiliki gelar Nisim mnatu yang adalah kakak dari Rasi Koroh. Dialah yang memperkenalkan pola tanam di Amarasi.

20. Alexander Koroh cucu Rasi Koroh (1923-1925)

Alexander Koroh dipecat oleh belanda sehingga kemudian Hendrik Arnold Koroh kakaknya dipanggil pulang dari Jogjakarta saat masih menuntut ilmu untuk pulang menggantikan kedudukan adiknya sebagai raja Amarasi.

21. Hendrik Arnold Koroh kakak Alexander Koroh (1925-1955)

Masa pemerintahannya bersamaan dgn situasi revolusi kemerdekaan. Ia mengambil peran cukup penting sebagai ketua dewan raja2 sedaratan Timor, menjadi anggota DPR Sunda Kecil yg berkedudukan di Denpasar Bali. Menjadi Bupati Timor pertama atas pilihan raja2 Timor, karena raja2 Timor melebur dlm NKRI secara de yure tetapi secara de facto, raja2 Timor masih berkuasa pasa masa itu.

22. Viktor Koroh (1951-1962)

Ia meneruskan masa transisi sebagai raja beberapa tahun menggantikan ayahnya. Kemudian penyesuaian dari kerajaan menjadi kecamatan dan beliau menjadi camat Amarasi pertama yang berkedudukan di Oekabiti.

!!!.......Tamat....!!!

Catatan: Mohon maaf, apabila ada kekurangan dalam tulisan ini, karena itu jika ada koreksi, kritik dan saran, dengan senang hati saya terima untuk perbaikan tulisan ini lebih baik. Trimakasih, Salom.

Bandung, Selasa 20-10-2015

Penulis: Aner Abraham Nitti Runesi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sekilas Tentang Asal Usul Dinasti Nai Rais Uf Dalam Tiga Versi

Arti dan Strata Sosial Berdasarkan Lipatan Piru/destar Amarasi

FAKTA! AMARASI DIJAJAH BELANDA HANYA 190 TAHUN