Kambing Hitam

Sudah menjadi sifat dasar manusia sejak kejatuhan Adam dan Hawa dalam dosa. Saling menyalahkan dan tidak mau mengakui kesalahnnya. 

Adam dan Hawa melanggar apa yang dilarang oleh TUHAN Allah tentang buah pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat untuk tidak dimakan....! Berikut percakapan Adam dan Hawa saat diinterogasi oleh Tuhan dalam Kejadian 3:8-13.

TUHAN Allah: "Di manakah engkau?" 
Adam: "Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang; sebab itu aku bersembunyi."

Tuhan Allah: "Siapakah yang memberitahukan kepadamu, bahwa engkau telanjang? Apakah engkau makan dari buah pohon, yang Kularang engkau makan itu?"
Adam: "Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan."

TUHAN Allah bertanya kepada Hawa: "Apakah yang telah kauperbuat ini?" 
Hawa: "Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan." 

Sejak dosa merasuki manusia maka ketika manusia membuat kesalahan, ia akan sangat enggan untuk mengakui kesalahannya, malahan akan melemparkan kesalahan itu kepada orang lain, atau dengan kata lain mencari "kambing hitam".

Kambing hitam adalah metafor saja sebagai orang atau benda yang dipilih untuk dituduh sebagai penyebab atas suatu bencana

Pada umumnya, "kambing hitam" ini menjadi sasaran untuk menyelamatkan diri. Si pelaku mencari kambing hitam karena enggan disalahkan atau melindungi kepentingannya sendiri. Ia tidak mau bertanggung jawab atas perbuatannya itu.

Di dalam Alkitab, ada penggalan kisah raja Saul bisa kita jadikan sebagai pelajaran (1 Samuel 15:1-35). Raja Saul diperitahkan oleh Tuhan untuk menumpas orang Amalek beserta semua ternak dan harta benda mereka tetapi ia mengijinkan rakyatnya menjarah sebagian ternak yang gemuk dan membawa pulang seolah-olah untuk kepentingan rakyatnya dan untuk persembahan kepada Tuhan.

Kemudian datanglah Samuel menemui dan menegur Saul atas tindakannya itu. Bukannya mengakui, Saul malah melemparkan kesalahan kepada rakyat yang mengikutinya. (1 Samuel 15:19)

Kita, sebagai manusia, rentan berbuat kesalahan. Tuhan menghendaki agar kita memiliki kerendahan hati untuk menerima teguran dan jujur mengakui kesalahan yang kita perbuat. 

Pengakuan yang tulus menolong kita untuk tidak mengulangi kesalahan serupa. Dan, yang terutama, keterbukaan hati jauh lebih dihargai oleh Tuhan sehingga dengan demikian, ketika kita mengakui dosa kita, bukan saja kita dipulihkan tetapi Dia akan mengampuni dan menyucikan kita dari kejahatan yang telah kita buat.

Tuhan Yesus memberkati

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sekilas Tentang Asal Usul Dinasti Nai Rais Uf Dalam Tiga Versi

Arti dan Strata Sosial Berdasarkan Lipatan Piru/destar Amarasi

FAKTA! AMARASI DIJAJAH BELANDA HANYA 190 TAHUN